WELCOME TO MY BLOG BACKPACKER FOREVER < SALAM LESTARI!!! >

Rabu, 18 November 2015


 5 DOSA PARA PENDAKI GUNUNG

 

1. Melakukan kegiatan pendakian massal (non-konservatif)

Mungkin kita sudah tahu tentang sebuah brand perlengkapan outdoor yang melakukan pendakian massal ke gunung Semeru beberapa waktu lalu.
Saya sempat diajak teman karena dalam iklannya pendakian ini dibumbui oleh kata-kata bersih-bersih gunung, tanam pohon, dan konservasi. Kenyataannya? Semeru menjadi tempat sampah dan potensi rusaknya ekosistem makin besar.
Sebelum mengikuti pendakian massal, ada baiknya survey terlebih dahulu. Berapa kapasitas gunung tersebut, berapa jumlah pendaki yang dibolehkan ikut oleh panitia, dan hal yang terkait dengan konservasi lainnya. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab, sob!

2. Andil besar mencemari lingkungan



Biarkan mereka tetap pada tempatnya
Biarkan mereka tetap pada tempatnya
Saya pernah naik gunung dengan seorang rekan yang kelihatannya sudah ‘senior’ dalam hal mendaki. Namun, ditengah perjalanan istirahat, saat ia memakan sebuah makanan ringan, dengan ringannya pula ia membuang sampah itu sembarangan.
Itulah potret kebanyakan pendaki yang tidak paham akan konservasi. Apa sulitnya sih membawa sampah di dalam tas?
Di lain waktu, saat saya sedang ingin mengambil air di sebuah mata air, terlihat seorang pendaki yang sedang menikmati ritual B*B di mata air itu! Apa dia tidak berfikir orang akan minum dari sana? Sebegitu sulitkah menggali lubang di tanah? Kucing saja masih bisa lebih pintar!
Banyak juga pendaki-pendaki yang masih saja menggunakan bahan-bahan kimia yang bisa merusak. Jangan heran kalau menemukan bungkus sabun/shampo yang tergeletak dekat di mata air.

3. Bersikap acuh tak acuh dan pasif.

Menganggap tugas konservasi itu adalah tugasnya penjaga Taman Nasional, porter, dan LSM lingkungan adalah bukan hal yang benar.
Padahal pendaki sendirilah yang punya bagian besar dalam menjaga lingkungan. Banyak oknum pendaki juga tidak mengindahkan kearifan lokal yang telah ditetapkan masyarakat setempat. Tertulis ataupun tidak tertulis.
Seringkali mitos-mitos mistis di gunung itu sebetulnya adalah usaha untuk konservasi dari masyarakat. Jangan sampai bilang begini, ” Saya bukan pecinta alam, kok. Cuma penikmat alam. Jadi bukan tugas saya dong untuk konservasi?”


Heran dengan orang yang bangga dengan menuliskan jejaknya di bebatuan ini.
Heran dengan orang yang bangga dengan menuliskan jejaknya di bebatuan ini.

4. Merusak keasrian gunung

Tidak sulit menemui corat-coret vandalisme di bebatuan, batang pohon, bahkan pos pendakian. Mengambil flora & fauna langka seperti bunga edelweiss, bertindak sembrono sehingga mengakibatkan kebakaran hutan. Puntung rokok dan bekas api unggun yang masih menyala, membuka jalur yang tidak seharusnya, membuang tissue basah kotor seenaknya dan masih banyak lagi.

5. Tidak membagikan pengetahuan tentang pendakian konservatif

Tak dipungkiri, mendaki gunung sekarang sudah terkesan menjadi sebuah ‘wisata’.
Apalagi banyak pengaruh dari acara televisi, film, blog, forum dan banyak media lainnya. Membagikan semangat mendaki gunung kepada orang-orang baru tanpa dibarengi semangat konservasi hanya akan menjadikan para pendaki tersebut menjadi generasi pendaki yang cenderung antipati terhadap lingkungan dan hanya mementingkan kesenangan semata.
Sebagian dari kita mungkin pernah melakukan hal atas, secara sengaja maupun tidak sengaja. Yang pernah, tolong jangan diulangi lagi dan mari saling mengingatkan kepada rekan pendaki yang lain. Semoga gunung-gunung Indonesia masih bisa dinikmati anak-cucu kita nantinya. Aammiinn!

Salam lestari!

 Sumber : http://www.wiranurmansyah.com

Minggu, 15 November 2015

pesona pegunungan papua

Keindahan alam Papua memang tak diragukan lagi. Tak hanya keragaman hayati di Raja Ampat, tetapi pesona alam pegunungan juga tak kalah menarik.Seperti ketika saya mengunjungi Distrik Ilaga, Kabupaten Puncak, ‎Papua, dari Rabu (5/11) sampai Senin (10/11). Saat itu detikcom dan kawan dari media lain diinapkan di kediaman Bupati Puncak Willem Wandik yang berada di Distrik Ilaga. Setiap hari langit cerah serta angin yang dingin selalu menyambut.Pemandangan setiap hari sangat memukau sebab posisi Ilaga memang dikeliling pegunungan. Puncak Cartenz‎ yang berselimut salju pun hanya sekitar 2 hari perjalanan sebab Ilaga merupakan lokasi terakhir untuk menuju puncak tersebut.Hampir selalu ada spot untuk mengabadikan alam sekitar. Pegunungan yang berjejer dengan latar langit biru cerah. Sepanjang mata memandang hanya hijau pepohonan yang membentang. Sungguh menyejukkan!Untuk menikmatinya tak perlu jauh-jauh. Hanya perlu berjalan kaki ke belakang rumah dan sebuah pemandangan menakjubkan karya alam sudah terpampang. Tak henti-hentinya, jepretan foto mengabadikan momen tersebut.Tampak pula di beberapa titik terdapat Honai atau rumah adat Papua yang seperti gundukan jerami. Di Ilaga, memang masih menjunjung tinggi adat setempat. Malahan meski sudah memiliki rumah kayu, bisa dipastikan di belakang rumah akan terdapat Honai.detikcom pun tak mau ketinggalan untuk merekam pemandangan itu melalui foto. Jepret! Sebuah bentangan masterpiece Bumi Cenderawasih pun melekat di sebuah foto serta yang tak lekang di ingatan.

ekspedisi 7 Aksa (pesona gunung-gunung tertinggi di Indonesia)

“ If you can change your mind, you can change your life “
- William James-

Ekspedisi tujuh puncak gunung di Indonesia? Siapa sih yang nggak mau! Saya, sebagai pendaki abal-abal aja kepingin bisa mendaki ke-tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Apalagi yang beneran pendaki, sudah pasti menjejakkan kaki dan mengibarkan berndera di puncak tertinggi, menjadi bagian dari mimpi mereka.
Semua berawal dari mimpi...
Saya pernah memiliki mimpi mendaki ke Semeru dari bangku sekolah menengah, dan baru tercapai ketika saya duduk di bangku kuliah. Kemudian menuliskan cerita perjalanannya di blog ini dengan judul Memorable Trekking Semeru 2013 dan membuat trafficnya menjadi naik drastis. Sehingga dari sana, saya mulai giat menulis kembali, beriringan dengan semakin rajinnya saya melakukan perjalanan dan pendakian ke gunung-gunung di pulau Jawa.

first summit saya, 18 tahun.
Memang benar kalau mendaki itu membumikan hati, namun ia melangitkan pikiran. Semakin sering saya mendaki, semakin tinggi saya bermimpi. Kali ini saya bermimpi merayakan ulang tahun di puncak gunung tertinggi di Lombok, Gunung Rinjani. 

Sembilan belas tahun di Puncak Rinjani adalah pengalaman yang luar biasa. Sepulangnya dari sana, saya membuat cerita yang tak tanggung-tanggung jumlahnya. Lebih dari seratus halaman Ms. Word berhasil saya ketik dalam kurun waktu satu bulan. Sempat bimbang akan diapakan tulisan tersebut. Mau dikirim ke penerbit, namun tulisan saya lebih cocok dipublikasikan di blog. Maka saya membuat sebuah Series dengan judul Rinjani Mountain 2013 - The Series. Dan betapa terkejutnya saya ketika statistik blog tembul dua puluh ribu viewer dalam sebulan. Bagi seorang blogger abal-abal seperti saya, tentu saja saya kaget. Ditambah lagi seorang editor yang tertarik dengan cerita Rinjani saya tersebut. Namun sayang, hingga saat ini, naskah saya tak kunjung selesai. Ternyata, nge-blog lebih mudah daripada menulis buku.
puncak gunung tertinggi saya yang kedua.
19 tahun di Rinjani

Kecintaan saya mendaki sampai saat ini masih terus berlanjut. Walau saya tahu betul kalau saya bukan seorang mapala yang pandai dan mengerti dasar-dasar pendakian. Saya hanyalah seorang penikmat alam yang senang bercerita melalui tulisan. Itu saja cukup menjadikan alasan untuk saya mengapa mendaki.
Sempat terbersit keinginan merayakan ulangtahun ke duapuluh di Kerinci, namun saya masih belum siap. Maka saya mengubah rencana ke Kerinci menjadi ke Argopuro, gunung dengan trek terpanjang se-pulau Jawa. 
Kerinci bisa lain waktu, pikir saya waktu itu. Namun malah menjadi hutang yang harus segera dilunasi. Mengapa segera? Karena usia saya yang semakin tua dengan kesibukan yang semakin padat ditambah lemak di perut yang semakin menyulitkan saya mendaki gunung. Tak hanya Kerinci, kelak saya juga ingin ke Puncak gunung tertinggi di pulau besar yang ada di Indonesia selain Semeru dan Rinjani. Masih ada Gunung Bukit Raya di Kalimantan, Latimojong di Sulawesi, Binaiya di Maluku, dan Cartensz di Papua.
Masih ada lima puncak gunung tertinggi, yang menunggu untuk didaki.
Masih banyak mimpi yang harus diraih.
Seperti mimpi Cumit, Jogie, Anes, Ivan, Jonka, dan Begeng yang merupakan sekelompok anak muda pekerja film dan aktivis lingkungan. Mereka tergabung dalam Aksa 7 Artspedition. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan membuat film yang bercerita tentang ekspedisi menjelajahi Nusantara dan tujuh puncak gunung tertinggi di tujuh pulau besar yang ada di Indonesia, yaitu gunung-gunung yang sudah saya sebutkan di atas tadi.
Konsep dari film ini yaitu tujuh orang membawa tujuh kamera, mendaki tujuh gunung tertinggi yang tersebar di tujuh pulau terbesar nusantara. Mereka akan merekam ekspedisi ini dari sudut pandang masing-masing, disatukan dan diolah menjadi satu buah film. Setiap orang dibebaskan untuk mengambil gambar apa saja, tentang apa saja, selama sesuai tema.
Tema dari film ini adalah 'aku', diangkat dari kata-kata “It is not the mountain we conquer, but ourselves” yang diutarakan Edmund Hillary, orang pertama yang berhasil menaklukkan Everest. Setiap orang diminta memaknai 'aku' dan mempersiapkan konsep pengambilan gambar dan suara sesuai tema tersebut. Berikut teaser film mereka yang merupakan simulasi di Gunung Raung.



Loh, teamnya kan cuma ber-enam? Kok di film bisa bertujuh?
Iya, jadi satu orang lagi bakalan ada bintang tamu seperti artis-artis petualang gitu. Bakalan ciamik banget deh film-nya! Nah, demi mendukung film ekspedisi dan pembuatan film tersebut, Torean dan Arkananta membuat produk kaos Limited Edition edisi Aksa 7. Hasil penjualanya akan digunakan untuk membantu pembuatan film tersebut. Seperti project kegiatan mereka yang sudah dipublish di wujudkan.com.

Sumber : http://www.menujujauh.com/